Energi Surya Solusi Listrik Timur Indonesia

Energi Surya Solusi Listrik Timur Indonesia
Energi Surya Solusi Listrik Timur Indonesia

JAKARTA — Potensi energi surya dinilai dapat menjadi solusi strategis untuk mengatasi ketimpangan akses listrik di kawasan Indonesia Timur, terutama di wilayah terpencil yang hingga kini masih belum terjangkau jaringan listrik PLN. Energi terbarukan ini diyakini bukan hanya mendukung penyediaan listrik, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat lebih dari 600 desa di wilayah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara masih belum menikmati aliran listrik. Kondisi ini berdampak langsung pada rendahnya kualitas hidup dan terbatasnya kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Padahal, Indonesia bagian timur memiliki intensitas penyinaran matahari yang sangat tinggi, rata-rata 4,8–5,6 kWh/m² per hari, yang menjadi modal besar bagi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Pakar energi terbarukan, Jonea Farrel, dalam tulisannya di Kompasiana menekankan bahwa pemanfaatan energi surya di kawasan timur Indonesia bukan hanya relevan dari sisi teknis, tetapi juga berdampak signifikan secara sosial dan ekonomi. “Dengan pemanfaatan PLTS, masyarakat tidak hanya mendapatkan listrik, tetapi juga peluang usaha, seperti pengolahan hasil bumi yang memerlukan mesin berdaya listrik,” ujarnya.

Baca Juga

PHE Genjot Swasembada Energi, Sumbang 69 Persen Produksi Minyak Nasional

Menurutnya, program elektrifikasi melalui energi surya akan lebih efektif dibandingkan memperluas jaringan listrik konvensional yang membutuhkan biaya besar dan waktu lama karena hambatan geografis di kawasan timur Indonesia. Ia juga mengingatkan pentingnya pendekatan berbasis komunitas agar masyarakat terlibat aktif dalam perawatan dan pemeliharaan instalasi PLTS, sehingga keberlanjutan proyek dapat terjamin.

“Jika masyarakat dilibatkan secara langsung, mereka akan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap fasilitas yang ada. Ini penting untuk keberlangsungan PLTS di wilayah terpencil,” ungkap Farrel dalam artikelnya.

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), namun belum mampu menjangkau seluruh daerah tertinggal. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan pihak swasta dan lembaga donor untuk mempercepat penyediaan infrastruktur listrik berbasis energi terbarukan. Pengembangan energi surya juga dinilai selaras dengan target pemerintah dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.

Selain meningkatkan taraf hidup masyarakat, Farrel menilai pengembangan PLTS juga dapat menumbuhkan usaha mikro, seperti industri pengolahan sagu, kopra, atau hasil laut, yang sangat potensial di kawasan Indonesia Timur. Dengan akses listrik yang memadai, produktivitas dan nilai tambah produk lokal diharapkan meningkat, sehingga berdampak pada pendapatan warga.

“Energi surya adalah pilihan yang paling realistis untuk percepatan elektrifikasi di daerah-daerah terpencil Indonesia Timur, karena bisa diimplementasikan secara mandiri dengan teknologi yang semakin terjangkau,” tegas Farrel dalam tulisannya.

Di sisi lain, tantangan utama pengembangan energi surya di kawasan timur adalah keterbatasan infrastruktur pendukung, seperti jalan dan pelabuhan, serta biaya investasi awal yang relatif tinggi meski biaya operasionalnya rendah. Oleh karena itu, perlu sinergi kebijakan pemerintah pusat, daerah, dan swasta untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi energi matahari yang melimpah di kawasan ini.

Sementara itu, laporan International Renewable Energy Agency (IRENA) menunjukkan bahwa harga modul panel surya telah turun hingga 82 persen dalam satu dekade terakhir, sehingga membuat PLTS semakin kompetitif sebagai alternatif energi di daerah terpencil. Dengan teknologi yang terus berkembang, masa pakai panel surya saat ini bisa mencapai 25 tahun lebih, sehingga dinilai sangat layak menjadi solusi jangka panjang.

Pemerintah daerah di kawasan timur Indonesia juga diharapkan proaktif mengajukan program-program pengembangan PLTS melalui skema dana desa atau kerja sama dengan mitra swasta. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pengurangan kesenjangan energi yang selama ini menjadi salah satu indikator ketertinggalan pembangunan di kawasan timur.

Sebagai informasi, kawasan Indonesia Timur meliputi provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan sebagian Nusa Tenggara Barat, yang sebagian besar memiliki potensi energi surya yang lebih tinggi dibandingkan wilayah barat Indonesia.

Dengan memperkuat sinergi dan mempercepat implementasi energi surya, potensi besar kawasan timur Indonesia bukan hanya bisa dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat setempat, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon nasional dan mendukung komitmen Indonesia dalam transisi energi hijau.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Gas Melon di Martapura Tembus Rp50 Ribu, Warga Keluhkan Kelangkaan

Harga Gas Melon di Martapura Tembus Rp50 Ribu, Warga Keluhkan Kelangkaan

5 Rumah Murah Mulai Rp150 Jutaan Ditawarkan di Leuwigoong Garut, Cek Daftarnya

5 Rumah Murah Mulai Rp150 Jutaan Ditawarkan di Leuwigoong Garut, Cek Daftarnya

Perumahan Ekonomis di Ambon, Harga di Bawah Rp200 Juta

Perumahan Ekonomis di Ambon, Harga di Bawah Rp200 Juta

Harga Minyak Melemah Jelang Keputusan OPEC

Harga Minyak Melemah Jelang Keputusan OPEC

Harga BBM di Padang Turun, Ini Daftar Terbaru

Harga BBM di Padang Turun, Ini Daftar Terbaru