
JAKARTA - Langkah reformasi perpajakan di sektor digital resmi diterapkan. Pemerintah mewajibkan marketplace atau platform perdagangan online untuk memungut dan menyetor pajak dari pedagang atau pelaku usaha yang berjualan secara daring. Kebijakan ini tertuang dalam aturan terbaru yang mulai berlaku pada pertengahan Juli 2025.
Melalui peraturan tersebut, marketplace bertanggung jawab atas pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penghasilan yang diterima oleh pedagang. Ini berlaku bagi pelaku usaha dalam negeri yang memanfaatkan platform digital sebagai tempat transaksi barang dan/atau jasa.
Pungutan pajak ini dikenakan sebesar 0,5 persen dari jumlah peredaran bruto yang diterima oleh pedagang melalui marketplace. Penghasilan yang menjadi dasar perhitungan pajak adalah total nilai transaksi sebelum dikurangi potongan harga, diskon, atau tunjangan lainnya.
Baca Juga
Marketplace diwajibkan memungut pajak langsung dari pedagang dan menyetorkannya ke kas negara. Dalam praktiknya, potongan pajak dilakukan saat pembayaran transaksi atau saat pelaporan penghasilan dilakukan di dalam sistem marketplace. Pemungutan ini juga akan dicantumkan dalam dokumen tagihan yang diterbitkan marketplace kepada pedagang.
Pemerintah menetapkan bahwa pihak marketplace bertindak sebagai pemungut pajak, bukan pedagang itu sendiri. Artinya, seluruh proses pemungutan, penyetoran, hingga pelaporan dilakukan oleh pengelola platform, sementara pedagang hanya perlu memastikan data dan aktivitas transaksinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pedagang atau pelaku usaha yang dikenakan pungutan adalah mereka yang menjalankan kegiatan usaha melalui platform digital, baik yang berbentuk orang pribadi maupun badan usaha. Syaratnya, mereka memiliki peredaran bruto atau omzet yang melebihi Rp500 juta dalam satu tahun.
Untuk itu, pedagang wajib menyampaikan pernyataan omzet kepada marketplace saat omzet mereka mencapai batas tersebut. Jika tidak disampaikan, maka platform akan secara otomatis memungut PPh Pasal 22 atas seluruh penghasilan yang diterima pedagang melalui sistem.
Aturan ini juga mencakup pedagang yang menggunakan internet protocol (IP) Indonesia atau nomor telepon Indonesia dalam operasional usahanya, atau menerima pembayaran melalui sistem perbankan di Indonesia. Bahkan, jasa penunjang transaksi seperti logistik, pengiriman, dan asuransi pun dapat masuk ke dalam kategori kegiatan usaha yang dikenakan pajak, apabila dilaksanakan melalui marketplace.
“Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut oleh marketplace atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri yang melakukan transaksi melalui sistem elektronik,” tertulis dalam ketentuan tersebut.
Marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut wajib melaporkan dan menyetor hasil pungutan ke negara. Mereka juga harus menyediakan sistem informasi yang mampu memantau omzet pedagang, termasuk memfasilitasi pelaporan dan pembaruan data dari para pengguna.
Pajak yang dipungut ini bersifat kreditable, artinya bisa diperhitungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan tahunan bagi pedagang yang bersangkutan. Dengan demikian, potongan pajak yang dilakukan marketplace bisa dikurangkan dari kewajiban pajak tahunan yang harus dibayar oleh pedagang.
Ketentuan ini juga menjadi upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak di sektor digital, mengingat jumlah pedagang online terus meningkat setiap tahun. Banyak di antara mereka yang selama ini belum terjangkau oleh sistem perpajakan konvensional karena berskala kecil atau tidak terdaftar resmi.
Dalam konteks ini, penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut. Selain memudahkan pemerintah dalam mengawasi aktivitas ekonomi digital, cara ini juga dinilai lebih efisien dan praktis. Pemerintah cukup mengawasi beberapa platform besar, dibanding harus mendata jutaan pelaku usaha secara manual.
Bagi pedagang kecil yang belum mencapai omzet Rp500 juta per tahun, ketentuan ini tidak langsung membebani mereka dengan kewajiban administrasi tambahan. Namun, mereka tetap berada dalam sistem pemantauan otomatis yang dilakukan oleh marketplace.
Kebijakan ini diyakini dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak, terutama di kalangan pelaku UMKM digital. Selain itu, pendekatan ini akan mendorong pelaku usaha untuk lebih transparan dalam mencatat pendapatan dan menyampaikan laporan keuangan.
Sebagai bentuk komitmen terhadap tata kelola yang akuntabel, pemerintah juga menyatakan bahwa data perpajakan yang dikumpulkan dari pedagang akan dijaga kerahasiaannya. Marketplace sebagai pemungut ditugaskan untuk menjaga keamanan informasi dan hanya menggunakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedagang yang merasa dipungut pajak secara tidak sesuai atau mengalami kesalahan dalam perhitungan, diberikan hak untuk mengajukan keberatan dan klarifikasi kepada marketplace maupun otoritas pajak.
Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk menjawab perkembangan pesat sektor perdagangan elektronik. Di sisi lain, pemerintah juga menunjukkan keseriusannya dalam menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha konvensional dan pelaku usaha berbasis digital.
Penerapan aturan ini menjadi bukti nyata bahwa adaptasi terhadap era ekonomi digital membutuhkan perubahan sistem yang menyeluruh, termasuk dalam hal perpajakan. Dengan keterlibatan langsung marketplace dalam proses pemungutan pajak, diharapkan sistem fiskal nasional semakin inklusif dan modern.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Liverpool Siap Tempur di Pramusim Tanpa Jota
- 16 Juli 2025
2.
Industri Sawit Rakyat Diperkuat di Kutai Timur
- 16 Juli 2025
3.
iPhone Bekas Juli 2025: Cek Harga Terbarunya
- 16 Juli 2025
4.
3 HP Oppo A Series Tahan Lama Harga Rp 3 Jutaan
- 16 Juli 2025