
JAKARTA - Di tengah tingginya ketergantungan industri asuransi dan dana pensiun terhadap Surat Berharga Negara (SBN) dan saham, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan alternatif baru. OJK berupaya membuka ruang diversifikasi investasi yang lebih sehat dan berimbang dengan menghadirkan instrumen Exchange Traded Fund (ETF) emas sebagai opsi yang lebih stabil dan minim risiko.
Rencana ini tertuang dalam penyusunan rancangan Peraturan OJK (POJK) yang tengah digodok oleh regulator sektor jasa keuangan tersebut. Salah satu harapannya, ETF emas bisa menjadi pilihan investasi bagi pelaku industri keuangan non-bank, seperti asuransi dan dana pensiun, yang selama ini cukup konservatif dengan penempatan dominan pada instrumen yang dinilai aman.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa langkah ini diambil untuk mendorong pelaku industri agar tidak terlalu terpaku pada SBN, serta lebih berhati-hati dalam menempatkan dananya di pasar saham yang cenderung fluktuatif.
Baca Juga
“Rancangannya sudah disiapkan. ETF emas supaya bisa menjadi alternatif investasi bagi asuransi maupun dana pensiun. Jangan beli SBN saja, karena ada juga yang menarik. Kalau beli saham, ya, agak ngeri-ngeri juga,” ujar Ogi saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat.
Lebih lanjut, Ogi menilai bahwa ETF emas merupakan instrumen yang tidak hanya menarik dari sisi potensi kenaikan nilai, tetapi juga dari sisi transparansi dan kemudahan dalam perdagangannya. Sistem ETF emas yang sudah terstruktur dengan kehadiran kustodian dan mekanisme jual-belinya dinilai memberikan jaminan likuiditas yang baik.
"Kalau ETF emas merupakan instrumen yang ada sistemnya, ada custody-nya, ada perdagangannya. Jadi, kalau perlu uang, bisa dijual. Hal itu yang menyebabkan menarik bagi asuransi maupun dana pensiun," jelas Ogi.
Menurutnya, konsep investasi melalui ETF emas bisa dibandingkan dengan kepemilikan aset seperti valuta asing, khususnya dolar. Emas, yang selama ini juga dikenal sebagai aset lindung nilai (safe haven), kini dikemas dalam instrumen yang lebih terintegrasi dengan pasar modal, dan diharapkan dapat memberi ruang manuver yang lebih fleksibel bagi institusi keuangan.
"Kalau simpanan emas, seperti simpanan dolar, seharusnya aset itu dikelola dan nantinya bisa dijual, salah satunya ETF emas," sambung Ogi.
Dalam penyusunan regulasi ini, OJK juga telah melibatkan berbagai asosiasi industri terkait untuk memastikan regulasi tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan industri. Langkah kolaboratif ini ditujukan agar implementasi ETF emas nantinya tidak hanya menjadi alternatif investasi, tapi juga mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara menyeluruh.
Harapan agar ETF emas bisa memperkuat daya tahan portofolio investasi juga disampaikan oleh Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila. Ia menyebut bahwa dalam kondisi pasar saham yang bergejolak, investasi emas sering menjadi instrumen yang mampu menjaga keseimbangan portofolio.
"Kalau investasi emas, itu kayak mengompensasi fluktuasi di saham. Ketika saham turun, dia menjadi penyeimbang. Kami melihat bahwa dana pensiun dan asuransi itu sebenarnya punya potensi (berinvestasi)," ujar Iwan saat ditemui di Jakarta Pusat.
Namun demikian, Iwan juga mencermati bahwa sampai saat ini penempatan investasi terbesar dari industri asuransi dan dana pensiun masih didominasi oleh instrumen yang konservatif, yakni Surat Utang Negara dan saham.
Ia menilai, kondisi ini perlu diatasi dengan diversifikasi yang lebih seimbang agar industri dapat mengelola risiko dengan lebih baik dan tetap mampu memenuhi kewajiban jangka panjangnya kepada nasabah dan peserta program pensiun.
"Industri asuransi dan dana pensiun harus bisa melakukan diversifikasi portofolio investasi, sehingga lebih bisa mengelola risiko dengan baik dan memenuhi kewajiban mereka," ungkapnya.
OJK menilai bahwa instrumen ETF emas dapat menjadi jawaban dari kebutuhan tersebut. Dengan karakteristik harga yang relatif stabil dan kecenderungan mengalami kenaikan dalam jangka panjang, emas—yang dikemas dalam bentuk ETF—dapat menjadi penyeimbang portofolio, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global maupun fluktuasi pasar modal.
Sementara itu, dalam regulasi terkait kegiatan usaha bullion yang disusun OJK, terdapat empat aktivitas utama yang telah dirancang untuk mengakomodasi ekosistem investasi emas. Keempat aktivitas tersebut meliputi jual-beli emas, pembiayaan emas, gadai emas, dan simpanan emas. Ini memperlihatkan keseriusan regulator untuk mendorong perkembangan instrumen emas dalam berbagai bentuk, termasuk dalam produk pasar modal seperti ETF.
Langkah ini juga sejalan dengan tren global di mana instrumen berbasis emas mulai diminati sebagai bagian dari strategi investasi jangka panjang institusi keuangan. Di tengah tantangan inflasi dan volatilitas pasar global, diversifikasi ke dalam aset-aset berbasis komoditas seperti emas menjadi langkah strategis untuk menjaga kestabilan nilai portofolio.
Melalui instrumen ETF emas, OJK berharap tercipta keseimbangan dalam profil risiko portofolio investasi asuransi dan dana pensiun. Hal ini diharapkan juga berimplikasi pada penguatan sistem keuangan nasional secara menyeluruh, serta mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih berkelanjutan.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Edukasi Pasar Modal untuk ASN Badung
- 25 Juli 2025
2.
Harga iPhone 11 Pro Max Turun Tajam Agustus 2025
- 25 Juli 2025
3.
7 Wisata Alam Hits di Purbalingga
- 25 Juli 2025
4.
Film Baru Netflix Agustus 2025
- 25 Juli 2025
5.
BYD Atto 1: Dynamic vs Premium
- 25 Juli 2025