Pajak Emas Diperbarui, Sri Mulyani Pastikan Masyarakat Tetap Bebas PPh
- Jumat, 01 Agustus 2025
.jpg)
JAKARTA - Kementerian Keuangan kembali mengatur ulang ketentuan perpajakan emas di Indonesia. Melalui aturan baru yang efektif berlaku mulai Jumat, 1 Agustus 2025, pemerintah menegaskan komitmennya untuk tidak membebani masyarakat dalam transaksi emas, khususnya terkait Pajak Penghasilan (PPh). Peraturan ini diteken langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan dikodifikasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 52 Tahun 2025.
Beleid tersebut merupakan perubahan kedua atas PMK Nomor 48 Tahun 2023, yang sebelumnya telah menjadi dasar kebijakan perpajakan atas penjualan emas perhiasan, emas batangan, serta jenis perhiasan lainnya yang berbahan dasar batu permata atau batu sejenis.
Aturan baru ini sekaligus menegaskan bahwa masyarakat sebagai konsumen akhir tetap tidak dikenai PPh dalam transaksi jual beli emas. Baik emas perhiasan maupun emas batangan yang dibeli oleh konsumen tidak akan dikenai pemungutan pajak penghasilan, sebagaimana diatur dalam pasal-pasal utama beleid tersebut.
Baca Juga
"Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (4) tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) serta penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (2), oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau pengusaha emas batangan kepada: a. Konsumen akhir," demikian bunyi Pasal 5 Ayat (1) dari beleid tersebut.
Konsistensi Regulasi untuk Perlindungan Konsumen
Pengecualian PPh bagi konsumen akhir dalam transaksi emas ini sebenarnya bukan hal baru. Ketentuan tersebut telah diterapkan sebelumnya dalam PMK 48/2023, dan kini kembali ditegaskan dalam aturan revisi agar tidak menimbulkan kebingungan di lapangan. Dengan begitu, masyarakat yang membeli emas dalam bentuk apapun tetap memperoleh kepastian hukum dan perlindungan dari potensi pungutan yang tidak sah.
Sri Mulyani menekankan bahwa selain konsumen, terdapat dua kategori wajib pajak lain yang juga dibebaskan dari pemungutan PPh atas transaksi emas. Kategori tersebut meliputi:
Wajib pajak yang dikenai PPh final atas penghasilan usahanya atau memiliki peredaran bruto tertentu, dengan catatan telah dikonfirmasi oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 dari otoritas perpajakan.
Dengan pengecualian tersebut, Sri Mulyani berharap pelaku usaha kecil maupun pelaku UMKM di sektor logam mulia tidak terbebani pungutan berlapis yang bisa menghambat pertumbuhan usahanya.
Pengusaha dan Bullion Bank Dapat Keistimewaan Baru
Satu poin penting dalam perubahan regulasi kali ini adalah pembaruan Pasal 5 Ayat (2) huruf c, yang memberikan pengecualian PPh untuk transaksi antara pengusaha emas dan lembaga jasa keuangan khusus yang bergerak di sektor bulion (bullion bank). Dalam pasal tersebut, dijelaskan:
"Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (4) juga tidak dilakukan atas penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf b, oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau pengusaha emas batangan: kepada lembaga jasa keuangan penyelenggara kegiatan usaha bulion yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan."
Dengan demikian, transaksi antara produsen atau pedagang emas dengan bullion bank yang telah mengantongi izin resmi dari OJK juga dikecualikan dari kewajiban pemungutan PPh Pasal 22. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari upaya pemerintah mendukung pengembangan infrastruktur keuangan berbasis logam mulia, sekaligus menjaga ekosistem investasi emas agar tetap kondusif.
Penegasan Ketentuan Sebelumnya
Sementara itu, dua ketentuan sebelumnya dalam Pasal 5 Ayat (2) huruf a dan b tetap berlaku tanpa perubahan. Artinya, Sri Mulyani masih mengecualikan PPh untuk transaksi emas yang dilakukan:
Kepada Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter.
Di pasar fisik emas digital, yang tunduk pada ketentuan perdagangan berjangka komoditi.
Kedua jenis transaksi tersebut tidak dikenai pajak penghasilan sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap stabilisasi pasar dan pengembangan instrumen emas digital yang kini semakin banyak diminati investor ritel di Indonesia.
Tarif PPh Tak Berubah
Selain berbagai pengecualian tersebut, tarif PPh atas penjualan emas tetap tidak mengalami perubahan dalam aturan baru ini. Besarannya masih mengikuti ketentuan yang tercantum dalam PMK 48/2023, yaitu 0,25 persen dari harga jual emas. Tarif ini hanya berlaku untuk pihak-pihak tertentu yang tidak masuk dalam kategori pengecualian.
Penegasan kembali mengenai tarif dan batasan pemungutan ini dinilai penting untuk menghindari multitafsir di lapangan, serta memastikan implementasi yang seragam oleh pelaku usaha maupun petugas pajak.
Kepastian Hukum di Tengah Dinamika Harga Emas
Dengan diberlakukannya PMK Nomor 52 Tahun 2025 ini, pemerintah menunjukkan keberpihakan pada konsumen dan pelaku usaha di sektor emas yang kerap menghadapi ketidakpastian akibat fluktuasi harga dan isu perpajakan. Beleid ini diharapkan memberikan kepastian hukum, mendorong transaksi yang lebih sehat, dan mendukung industri logam mulia nasional.
Diteken pada 25 Juli 2025, aturan ini menjadi bukti lanjutan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan di bawah pimpinan Sri Mulyani, berupaya menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan kenyamanan masyarakat sebagai pelaku ekonomi.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Prabowo Subianto Tambah Libur Usai HUT ke 80 RI pada 18 Agustus 2025
- Jumat, 01 Agustus 2025
Terpopuler
1.
Cara Backup WhatsApp di Android dan iPhone
- 01 Agustus 2025
2.
Daftar iPhone yang Dapat Update iOS 26
- 01 Agustus 2025
3.
Rekomendasi Tablet Samsung Murah Agustus 2025
- 01 Agustus 2025
4.
Harga BBM Agustus: Solar Naik, Bensin Turun
- 01 Agustus 2025
5.
Tarif Listrik Agustus 2025 Masih Stabil, Ini Daftarnya
- 01 Agustus 2025