Industri Gelas Kaca Dukung Kebijakan HGBT 2025, Dorong Implementasi Penuh Tanpa Pembatasan
- Senin, 03 Maret 2025

JAKARTA – Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) menyambut positif keputusan pemerintah dalam memperpanjang program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) melalui Keputusan Menteri ESDM No. 76.K/MG.01/MEM.M/2025. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi angin segar bagi industri gelas kaca yang selama ini menghadapi tekanan akibat tingginya harga gas.
Ketua APGI, Henry T. Susanto, mengungkapkan apresiasinya terhadap pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang telah memastikan keberlanjutan kebijakan HGBT. Menurutnya, perpanjangan program ini sangat membantu keberlangsungan industri gelas kaca yang sebelumnya dalam kondisi sulit akibat kenaikan harga gas.
“Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah yang telah memastikan perpanjangan kebijakan HGBT. Hal ini sangat membantu industri gelas kaca yang sempat terpukul akibat kenaikan harga gas yang sangat tinggi,” ujar Henry.
Baca Juga
Dampak Kenaikan Harga Gas terhadap Industri Gelas Kaca
Industri gelas kaca merupakan salah satu sektor yang paling terdampak oleh fluktuasi harga gas, mengingat gas alam berkontribusi sekitar 25% terhadap total biaya produksi. Pada 2024, ketika program HGBT sempat berakhir dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) hanya menetapkan kuota gas sebesar 54%, banyak produsen gelas kaca harus menghadapi lonjakan biaya produksi yang signifikan.
“Kenaikan ini tinggi sekali, sehingga industri kami sangat terpukul,” tambah Henry.
Kondisi ini memaksa sejumlah anggota APGI untuk mengurangi produksi atau bahkan menutup sebagian pabriknya demi menghindari kerugian yang lebih besar. Jika harga gas tetap tinggi, daya saing industri kaca nasional bisa semakin melemah di pasar global.
Harapan APGI: Implementasi Penuh Tanpa Pembatasan Kuota
Saat ini, APGI masih menunggu kejelasan terkait skema baru penerapan HGBT. Jika kebijakan sebelumnya tetap diterapkan, di mana hanya 54% kuota gas diberikan dengan harga subsidi, sementara 46% sisanya menggunakan harga gas regasifikasi sebesar US$ 16,77 per MMBTU, maka efek kebijakan HGBT terbaru justru tidak akan terlalu besar bagi industri kaca nasional.
“Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat memberikan HGBT ini secara penuh tanpa embel-embel pembatasan,” tegas Henry.
Menurutnya, penerapan HGBT secara penuh akan memberikan dampak signifikan bagi industri gelas kaca. Selain meningkatkan daya saing di pasar domestik dan internasional, hal ini juga berpotensi menarik lebih banyak investasi baru ke sektor industri kaca serta membuka lebih banyak lapangan kerja.
Dampak Positif HGBT terhadap Investasi dan Daya Saing Industri Kaca
Kebijakan HGBT sebelumnya telah terbukti mampu menarik investasi asing ke sektor industri kaca di Indonesia. Beberapa contoh investasi yang masuk di antaranya adalah pabrik kaca KCC di Semarang dan Xinyi di Jawa Timur.
Sebelumnya, perusahaan Xinyi memilih untuk berinvestasi di Malaysia karena harga gas di negara tersebut lebih kompetitif dibandingkan Indonesia. Dengan adanya HGBT yang lebih stabil dan menguntungkan, diharapkan semakin banyak investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
"Anggota APGI juga meningkatkan investasi di mesin dan merenovasi tungku pembakaran," tutur Henry.
Jika kebijakan ini diterapkan secara penuh, industri gelas kaca nasional diperkirakan akan semakin berkembang. Hal ini tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi, tetapi juga mendukung sektor hilir seperti industri makanan, minuman, farmasi, dan otomotif yang sangat bergantung pada produk kaca berkualitas tinggi.
Tantangan Jika Masih Ada Pembatasan Kuota HGBT
Meskipun APGI menerima harga gas US$ 7 per MMBTU yang ditetapkan dalam kebijakan HGBT terbaru, tetapi jika masih ada kuota pembatasan, maka hal ini tetap akan menjadi tantangan besar bagi industri gelas kaca.
Sebagai gambaran, jika skema sebelumnya masih berlaku, di mana 54% kuota gas diberikan dengan harga HGBT (US$ 7 per MMBTU) dan 46% sisanya menggunakan harga gas regasifikasi (US$ 16,77 per MMBTU), maka rata-rata harga gas yang harus dibayar industri mencapai US$ 11,49 per MMBTU.
Harga ini masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara lain yang menjadi pesaing utama dalam industri kaca. Oleh karena itu, APGI berharap pemerintah bisa menghapus pembatasan kuota sehingga harga gas yang diberikan benar-benar dapat dinikmati secara penuh oleh seluruh industri kaca di Indonesia.
HGBT Penuh, Solusi untuk Industri Gelas Kaca yang Lebih Kompetitif
Perpanjangan program HGBT 2025 memberikan harapan besar bagi industri gelas kaca nasional. Namun, agar dampaknya benar-benar optimal, kebijakan ini sebaiknya diterapkan secara penuh tanpa adanya pembatasan kuota.
Jika pemerintah mampu memastikan penerapan penuh HGBT, maka industri kaca di Indonesia akan semakin berkembang, menarik lebih banyak investasi, dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Selain itu, daya saing produk kaca nasional di pasar internasional juga akan meningkat, sehingga mampu bersaing dengan negara lain yang memiliki harga gas lebih kompetitif.
Dengan begitu, industri kaca nasional tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga berkembang dan memberikan kontribusi lebih besar terhadap perekonomian Indonesia.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.