Produksi Batu Bara China Terhenti, Harga Dunia Fluktuatif

Produksi Batu Bara China Terhenti, Harga Dunia Fluktuatif
Produksi Batu Bara China Terhenti, Harga Dunia Fluktuatif

JAKARTA — Pergerakan harga batu bara dunia kembali menunjukkan fluktuasi pada perdagangan Senin, 23 Juni 2025. Sentimen utama yang memicu pergerakan harga kali ini berasal dari penghentian sementara aktivitas produksi batu bara di provinsi Shanxi, China, yang selama ini dikenal sebagai pusat pertambangan batu bara terbesar di negara tersebut.

Mengacu pada data pasar, harga batu bara Newcastle untuk kontrak Juni 2025 mengalami penurunan sebesar US$ 0,4 menjadi US$ 106,6 per ton. Sementara harga kontrak untuk Juli 2025 tercatat stabil di level US$ 112,25 per ton. Sebaliknya, harga untuk kontrak pengiriman Agustus 2025 justru mengalami kenaikan tipis sebesar US$ 0,2 menjadi US$ 113,5 per ton.

Di sisi lain, pergerakan harga batu bara di pasar Rotterdam menunjukkan tren positif. Untuk kontrak pengiriman Juni 2025, harga tercatat naik sebesar US$ 0,25 menjadi US$ 103,75 per ton. Harga kontrak untuk Juli 2025 juga terkerek naik sebesar US$ 0,1 menjadi US$ 107,05 per ton, sedangkan untuk Agustus 2025 mengalami kenaikan sebesar US$ 0,3 menjadi US$ 107,8 per ton.

Baca Juga

Tarif Pasang Listrik Pascabayar PLN Berdasarkan Daya Resmi Berlaku

Sentimen China Jadi Penggerak Utama Harga Batu Bara

Research and Development ICDX, Girta Yoga, menjelaskan bahwa sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan harga batu bara global saat ini berasal dari kabar penghentian sementara aktivitas produksi di Shanxi. Provinsi Shanxi merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di China, sehingga kebijakan penghentian produksi selama sekitar 10 hari memberikan dampak signifikan terhadap pasokan.

“Untuk level resistance terdekat ada di harga US$ 110 per ton, sedangkan level support terdekat berada di harga US$ 105 per ton,” ungkap Girta Yoga.

Menurutnya, potensi peningkatan permintaan batu bara oleh China cukup besar akibat dari gangguan pasokan domestik tersebut. Meski bersifat sementara, penghentian produksi batu bara di Shanxi menjadi perhatian pasar, mengingat China merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia.

“Permintaan batu bara oleh China berpotensi meningkat akibat penghentian sementara aktivitas produksi di pusat pertambangan batu bara Shanxi yang dijadwalkan berlangsung sekitar 10 hari,” jelas Yoga.

Namun demikian, Yoga juga mengingatkan adanya potensi penurunan permintaan dari negara lain, khususnya India. Berdasarkan data terbaru, produksi tenaga surya di India meningkat tajam sebesar 32,4% selama periode Januari hingga April 2025. Hal ini berpotensi menekan permintaan batu bara untuk sektor energi di negara tersebut.

Konflik Timur Tengah dan Dampaknya terhadap Harga Komoditas Energi

Selain faktor domestik di China, dinamika geopolitik global juga turut mempengaruhi pergerakan harga komoditas energi, termasuk batu bara. Salah satu isu yang menyita perhatian pelaku pasar adalah eskalasi konflik antara Israel dan Iran yang semakin memanas beberapa pekan terakhir.

Yoga menjelaskan bahwa dampak langsung dari konflik tersebut lebih terasa terhadap harga minyak mentah. Namun, sebagai salah satu komoditas energi, kenaikan harga minyak mentah juga bisa memberikan efek domino terhadap komoditas energi lain seperti gas alam dan batu bara.

“Dampak dari konflik Israel dan Iran memang lebih mempengaruhi harga minyak mentah secara langsung. Namun, kenaikan dari harga minyak mentah berpotensi mendorong kenaikan harga komoditas energi lain seperti gas alam dan batu bara,” ungkap Yoga.

Dalam sepekan terakhir, harga batu bara global tercatat mengalami penguatan sebesar 0,94%. Sepanjang Juni 2025, harga batu bara mengalami peningkatan sebesar 1,57%. Namun jika dilihat secara year to date (ytd), harga batu bara masih berada dalam tren bearish dengan mencatatkan penurunan sebesar 14,13%.

Fluktuasi Harga Batu Bara dan Dampaknya terhadap Ekonomi Indonesia

Bagi Indonesia sebagai salah satu negara produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia, fluktuasi harga batu bara global memiliki dampak langsung terhadap perekonomian nasional. Sektor ekspor batu bara menjadi salah satu penopang utama penerimaan devisa Indonesia, sekaligus menyumbang kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dalam situasi global yang tidak menentu, pemerintah dan pelaku usaha batu bara nasional harus bersiap menghadapi volatilitas harga yang dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal, mulai dari kebijakan domestik negara-negara produsen, perubahan strategi energi hijau di negara-negara konsumen, hingga ketegangan geopolitik dunia.

Meningkatnya permintaan dari China bisa menjadi peluang positif bagi Indonesia untuk meningkatkan volume ekspor. Namun di sisi lain, pelemahan permintaan dari India akibat transisi ke energi terbarukan menjadi tantangan tersendiri.

Prospek Harga Batu Bara ke Depan

Para analis memprediksi bahwa pergerakan harga batu bara masih akan berfluktuasi dalam jangka pendek. Ketidakpastian pasokan dari China menjadi faktor utama yang mendorong spekulasi harga. Selain itu, perkembangan konflik di Timur Tengah juga tetap menjadi faktor risiko yang perlu diwaspadai oleh pelaku pasar.

Menurut Girta Yoga, penguatan harga batu bara masih mungkin terjadi apabila permintaan dari China terus meningkat dalam beberapa pekan mendatang. Namun, tren jangka panjang masih menghadapi tekanan seiring dengan semakin kuatnya transisi energi hijau di berbagai negara, termasuk India dan negara-negara Eropa.

“Selama pasokan dari China terganggu, potensi penguatan harga tetap ada. Tapi kalau produksi kembali normal, harga bisa terkoreksi lagi. Sentimen dari konflik Timur Tengah juga menjadi faktor yang akan terus dipantau pasar,” jelas Yoga.

Harga Batu Bara Perlu Diwaspadai Industri Dalam Negeri

Di tengah dinamika harga batu bara global yang berfluktuasi, pelaku industri dalam negeri juga perlu mewaspadai potensi dampaknya terhadap harga energi domestik. Sektor industri berbasis energi fosil, seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), akan terpengaruh oleh lonjakan harga jika tren kenaikan harga batu bara terus berlanjut.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diperkirakan akan terus melakukan evaluasi terhadap harga batu bara acuan (HBA) yang digunakan dalam perdagangan domestik. Penyesuaian harga HBA sangat penting untuk menjaga stabilitas harga energi nasional, terutama agar tidak membebani masyarakat dan sektor industri.

Fluktuasi harga batu bara global saat ini tidak bisa dilepaskan dari kombinasi berbagai faktor, mulai dari penghentian produksi di China, peningkatan produksi energi terbarukan di India, hingga ketegangan geopolitik global. Dalam kondisi seperti ini, pelaku industri energi di Indonesia harus tetap waspada, memantau perkembangan pasar global secara cermat, dan bersiap dengan strategi mitigasi risiko.

“Permintaan dari China dan tensi geopolitik di Timur Tengah menjadi dua faktor utama yang mempengaruhi harga batu bara saat ini. Kita harus terus pantau perkembangannya,” tutup Girta Yoga.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Minyak Dunia Menguat 5 Persen Setelah Serangan AS ke Iran

Harga Minyak Dunia Menguat 5 Persen Setelah Serangan AS ke Iran

Toyota Indonesia Perkuat SDM Logistik untuk Efisiensi Rantai Pasok

Toyota Indonesia Perkuat SDM Logistik untuk Efisiensi Rantai Pasok

Harga Minyak Dunia Naik, Pemerintah Hadapi Dilema

Harga Minyak Dunia Naik, Pemerintah Hadapi Dilema

Harga BBM Non Subsidi di Indonesia Turun Lagi, Pertalite Tetap Rp10.000 per Liter

Harga BBM Non Subsidi di Indonesia Turun Lagi, Pertalite Tetap Rp10.000 per Liter

Praktisi Migas Usulkan Impor LNG Tidak Dimonopoli PGN, Industri Lain Harus Dilibatkan

Praktisi Migas Usulkan Impor LNG Tidak Dimonopoli PGN, Industri Lain Harus Dilibatkan