Praktisi Migas Usulkan Impor LNG Tidak Dimonopoli PGN, Industri Lain Harus Dilibatkan

Praktisi Migas Usulkan Impor LNG Tidak Dimonopoli PGN, Industri Lain Harus Dilibatkan
Praktisi Migas Usulkan Impor LNG Tidak Dimonopoli PGN, Industri Lain Harus Dilibatkan

JAKARTA — Polemik mengenai kebijakan impor Liquefied Natural Gas (LNG) kembali mencuat. Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo menilai bahwa Indonesia perlu membuka ruang lebih luas dalam mekanisme impor LNG. Menurutnya, impor LNG sebaiknya tidak hanya diberikan kepada satu pihak saja, dalam hal ini PT Perusahaan Gas Negara (PGN), melainkan juga melibatkan pelaku industri lain yang memiliki kapasitas pendukung.

Dalam keterangannya, Hadi menyebut bahwa kebijakan impor LNG memang diperlukan jika alokasi gas domestik sudah terserap optimal untuk kebutuhan dalam negeri. Jika hal itu terpenuhi, langkah impor LNG bisa menjadi solusi untuk mengamankan pasokan energi nasional.

“Jika alokasi LNG dalam negeri sudah terserap dengan baik, kami mendukung opsi impor LNG untuk memenuhi kebutuhan domestik,” kata Hadi.

Baca Juga

Harga Minyak Dunia Menguat 5 Persen Setelah Serangan AS ke Iran

Meski demikian, Hadi menegaskan bahwa kebijakan impor LNG harus adil dan terbuka. Ia mendorong pemerintah untuk menghindari praktik monopoli dan memberi kesempatan yang sama kepada badan usaha lain, khususnya yang memiliki fasilitas regasifikasi seperti Floating Storage Regasification Unit (FSRU) maupun jaringan infrastruktur pipa gas.

“Ciptakan kompetisi perdagangan gas yang sehat. Bukan hanya PGN, industri gas lain juga harus diberi peluang untuk impor LNG,” tegasnya.

Dorongan untuk Evaluasi Harga Gas Khusus (HGBT)

Selain bicara soal kebijakan impor LNG, Hadi juga menyoroti keberlanjutan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang selama ini diberlakukan oleh pemerintah. Ia menilai, insentif berupa harga gas murah sebaiknya dikaji ulang agar pemberiannya lebih tepat sasaran.

Menurut Hadi, kebijakan HGBT harus difokuskan kepada sektor industri yang memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk penciptaan lapangan kerja berskala besar.

“Dalam konteks ini, peran pemerintah adalah menyediakan gas HGBT sebagai bentuk subsidi dari sisi hulu. Namun, subsidi ini kerap menjadi dilema karena harga rendah membuat eksplorasi migas menjadi kurang menarik bagi investor,” paparnya.

Hadi mengusulkan pendekatan baru terkait kebijakan harga gas. Menurutnya, pemerintah dapat menghentikan subsidi di hulu, namun memastikan ketersediaan pasokan gas tetap aman. Dengan demikian, industri hulu migas tetap mendapatkan insentif yang layak agar ekosistem industri migas nasional tetap tumbuh secara berkelanjutan.

Wacana Impor LNG oleh Industri Langsung

Gagasan agar industri bisa melakukan impor LNG secara langsung sebenarnya bukan hal baru. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita beberapa waktu lalu telah menyampaikan usulan ini kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. Hal ini menjadi salah satu poin evaluasi terhadap kebijakan gas murah yang berlaku saat ini.

Menurut Agus, jika suplai gas domestik tidak memadai — baik dari sisi jumlah maupun harga — kawasan industri harus diberi fleksibilitas untuk mendatangkan gas dari luar negeri.

“Kalau pasokan domestik tidak mencukupi, baik dari sisi kuantitas maupun harga, kawasan industri seharusnya diberi fleksibilitas untuk mendatangkan gas dari luar negeri,” ungkap Agus.

Agus menambahkan bahwa pemerintah tengah menyusun konsep rancangan Peraturan Presiden (Perpres) baru untuk mendukung skema tersebut. Hal ini diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi industri dalam mengakses pasokan LNG dengan harga yang kompetitif.

Sebagai informasi, saat ini kebijakan harga gas murah atau HGBT diatur melalui Perpres No. 121 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut, harga gas ditetapkan sebesar US$6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri prioritas, yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Selain itu, pasokan gas dengan harga khusus juga diperuntukkan untuk kebutuhan operasional PLN.

Sikap Kementerian ESDM Mengenai Impor LNG

Menanggapi wacana impor LNG oleh industri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan dukungannya. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menegaskan bahwa skema impor LNG oleh industri diperbolehkan asalkan pasokan dalam negeri memang terbukti tidak mencukupi.

“Kalau pasokan dalam negeri tidak mencukupi, tentu kita akan buka opsi impor untuk kebutuhan industri,” ujar Yuliot.

Yuliot menambahkan, pasokan gas merupakan faktor krusial dalam proses produksi di kawasan industri. Jika pasokan terganggu atau tidak mencukupi, aktivitas produksi bisa terancam berhenti dan mempengaruhi kelangsungan bisnis serta perekonomian nasional.

“Kalau industri tidak punya bahan baku gas, baik untuk energi maupun bahan baku langsung, tentu akan mengganggu kelangsungan produksi. Kita akan melihatnya dari sisi pemanfaatan ekonominya,” jelasnya.

Dilema Kebijakan Harga dan Ketersediaan Pasokan

Isu impor LNG dan kebijakan harga gas murah memang terus menjadi sorotan pelaku industri. Di satu sisi, harga gas murah sangat diharapkan oleh pelaku industri untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Namun di sisi lain, harga gas yang terlalu rendah dapat mengurangi insentif bagi investor di sektor hulu migas untuk melakukan eksplorasi dan pengembangan lapangan gas baru.

Kondisi ini menciptakan dilema berkepanjangan antara kebutuhan hilir industri dan kepentingan sektor hulu migas. Tanpa harga yang memadai, perusahaan migas enggan mengembangkan lapangan baru, yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan defisit pasokan di masa depan.

Hadi Ismoyo menegaskan bahwa Indonesia perlu segera menyusun strategi jangka panjang agar ketergantungan terhadap impor LNG dapat ditekan. Menurutnya, penguatan infrastruktur gas domestik, optimalisasi produksi dalam negeri, dan pemberian insentif bagi sektor hulu menjadi kunci agar Indonesia memiliki ketahanan energi yang lebih baik.

Penutup: Perlu Regulasi yang Jelas dan Kompetitif

Wacana impor LNG oleh pelaku industri non-PGN semakin menguat di tengah dinamika kebutuhan gas nasional. Semua pihak menegaskan perlunya menciptakan iklim persaingan yang sehat, di mana semua pelaku usaha dengan fasilitas pendukung yang memadai dapat terlibat dalam aktivitas impor LNG.

Dengan demikian, industri dalam negeri dapat memperoleh pasokan gas dengan harga yang lebih kompetitif, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.

Langkah konkret berikutnya ada di tangan pemerintah, khususnya melalui penyusunan regulasi baru yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta menciptakan ekosistem migas yang efisien dan sehat.

“Ciptakan kompetisi perdagangan gas yang sehat. Bukan hanya PGN, industri gas lain juga harus diberi peluang untuk impor LNG,” tegas Hadi menutup keterangannya.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Minyak Dunia Naik, Pemerintah Hadapi Dilema

Harga Minyak Dunia Naik, Pemerintah Hadapi Dilema

Harga BBM Non Subsidi di Indonesia Turun Lagi, Pertalite Tetap Rp10.000 per Liter

Harga BBM Non Subsidi di Indonesia Turun Lagi, Pertalite Tetap Rp10.000 per Liter

Produksi Batu Bara China Terhenti, Harga Dunia Fluktuatif

Produksi Batu Bara China Terhenti, Harga Dunia Fluktuatif

Indonesia Miner 2025 Dorong Pertambangan Berkelanjutan

Indonesia Miner 2025 Dorong Pertambangan Berkelanjutan

ESDM Kaltim Pastikan Jalan Nasional Bebas Hauling Batu Bara

ESDM Kaltim Pastikan Jalan Nasional Bebas Hauling Batu Bara