
JAKARTA — Rencana pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menarik pajak dari pedagang di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan Bukalapak dipastikan semakin mendekati tahap final. Pajak tersebut akan dipungut melalui mekanisme PPh Pasal 22 dengan marketplace ditunjuk sebagai pemungut langsung pajak dari para pedagang.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli, menegaskan bahwa kebijakan ini bukan pungutan baru, melainkan perubahan mekanisme pembayaran. “Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online,” ujar Rosmauli.
Rosmauli menjelaskan perbedaan mendasar kebijakan ini terletak pada cara pungut pajak: jika sebelumnya pedagang membayar sendiri, ke depan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia yang ditunjuk resmi oleh pemerintah akan memotong pajak secara otomatis.
Baca Juga
Besaran dan Kriteria Pungutan Pajak
Berdasarkan dokumen resmi Ditjen Pajak yang beredar di kalangan pelaku e-commerce, pajak yang akan dipungut adalah PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari omzet penjualan. Namun, kebijakan ini hanya berlaku untuk pedagang dengan omzet tahunan di atas Rp500 juta. “Pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap dibebaskan dari pungutan,” tegas Rosmauli.
Sementara itu, pelapak dengan omzet Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun wajib membayar pajak ini. Contohnya, jika seorang penjual meraup omzet Rp1 miliar per tahun, maka pajak yang dipungut adalah sekitar Rp5 juta per tahun atau setara Rp416 ribu per bulan.
Marketplace Jadi Pemungut Pajak
Penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak dinilai memudahkan UMKM daring memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan pungutan otomatis, pedagang tidak perlu mengurus setor pajak sendiri yang kerap dianggap rumit. “Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antar pelaku usaha,” kata Rosmauli.
Selain itu, kebijakan ini diharapkan menutup celah transaksi gelap (shadow economy) yang selama ini sulit terpantau. Rosmauli menambahkan, sistem ini akan membantu pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ekonomi digital yang terus berkembang.
Sanksi untuk Marketplace yang Lalai
Pemerintah juga akan memberikan sanksi tegas bagi marketplace yang tidak menjalankan kewajiban pungutan pajak. Jika marketplace gagal memungut atau terlambat melaporkan pajak, maka mereka akan dikenakan denda administratif sesuai ketentuan perpajakan. “Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka,” tambah Rosmauli.
Kesetaraan Antara Pedagang Online dan Offline
DJP menegaskan kebijakan ini bertujuan menyamakan perlakuan perpajakan bagi pedagang daring dan pedagang di toko fisik. Dengan demikian, tidak ada diskriminasi dalam hal kepatuhan pajak. “Tujuan utamanya adalah keadilan dan kemudahan. Tidak ada pajak baru, hanya penegakan kewajiban pajak yang seharusnya sudah berlaku,” jelas Rosmauli.
Upaya Kedua Pemerintah
Menariknya, pemerintah Indonesia pernah mencoba menerapkan skema serupa pada akhir 2018. Namun, kebijakan tersebut gagal bertahan karena penolakan dari industri marketplace, sehingga hanya berjalan selama tiga bulan. Rosmauli optimistis kali ini kebijakan akan berjalan lebih baik berkat sistem teknologi dan basis data yang telah berkembang pesat.
Waktu Penerapan Kebijakan
Regulasi final pungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace ini diperkirakan terbit bulan depan setelah proses sinkronisasi di Kementerian Keuangan dan DJP rampung. Jika sesuai jadwal, kebijakan ini mulai berlaku pada kuartal ketiga 2025. “Saat ini beleid tersebut sedang dalam tahap finalisasi di internal pemerintah,” pungkas Rosmauli.
Konteks Kebijakan
Langkah pemerintah ini sejalan dengan upaya memperluas basis pajak nasional, mengoptimalkan penerimaan negara, dan mendukung transformasi ekonomi digital yang tengah berkembang pesat di Indonesia. Data McKinsey menunjukkan lebih dari 90 persen tenaga kerja terampil di Indonesia kini telah akrab dengan teknologi digital, termasuk pemanfaatan platform e-commerce untuk bisnis.
Dengan lebih dari 200 juta pengguna internet aktif, e-commerce menjadi sektor vital yang diincar pemerintah sebagai sumber penerimaan baru. Ke depan, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada koordinasi antara pemerintah, marketplace, dan pelaku UMKM daring dalam menciptakan ekosistem perpajakan digital yang adil, transparan, dan mudah diakses.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Kolaborasi ESDM Sulbar dan Sulsel Perkuat Program Sambungan Listrik Gratis
- Sabtu, 28 Juni 2025
Berita Lainnya
Harga Sembako 28 Juni 2025: Cabai dan Bawang Turun, Beras Premium Naik Tipis
- Sabtu, 28 Juni 2025