
JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Lingga mulai menerapkan kebijakan pajak baru yang menyasar sektor usaha kuliner, khususnya warung makan dan restoran. Melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), pemerintah setempat memberlakukan pungutan sebesar 10 persen terhadap transaksi usaha makanan dan minuman. Kebijakan ini ditujukan untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2025 dan sudah mulai dijalankan di beberapa titik.
Menurut Kepala Bidang Pendapatan Bapenda Lingga, Wahyudi Eka Putra, penerapan pajak ini sudah berlangsung selama satu bulan terakhir. Fokus utama saat ini masih berada di wilayah Kecamatan Singkep, di mana implementasinya baru menyentuh sekitar 30 persen pelaku usaha kuliner.
“Pajak 10 persen ini mulai diterapkan secara bertahap, terutama di wilayah Singkep,” kata Wahyudi.
Baca Juga
Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan partisipasi pelaku usaha terhadap pembangunan daerah. Melalui skema pajak ini, pemerintah berharap kesadaran pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban perpajakan bisa meningkat secara signifikan.
Tahap Awal dan Target Penuh dalam 3 Bulan
Meskipun belum seluruhnya merata, Bapenda Lingga menargetkan dalam waktu tiga bulan ke depan, penerapan kebijakan ini akan menjangkau seluruh pedagang dan restoran di 13 kecamatan yang ada di Kabupaten Lingga. Bapenda telah mengaktifkan mekanisme pendekatan yang bersifat edukatif dan persuasif kepada pelaku usaha.
“Kita terus lakukan pendekatan persuasif,” tambah Wahyudi.
Sebagai bagian dari upaya sosialisasi, sejumlah spanduk kecil dan banner telah dipasang di berbagai lokasi warung makan dan restoran, khususnya di wilayah Singkep. Keberadaan media informasi ini dimaksudkan agar para konsumen maupun pelaku usaha memahami bahwa harga makanan yang mereka bayar sudah mencakup pajak daerah sebesar 10 persen.
Landasan Hukum dan Harapan Pemerintah Daerah
Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Daerah yang telah disahkan sebelumnya, yang mewajibkan pelaku usaha di sektor kuliner untuk memberikan kontribusi pajak terhadap kas daerah. Peraturan tersebut berlaku menyeluruh dan merupakan bagian dari upaya memperkuat pondasi keuangan daerah.
Pemerintah Kabupaten Lingga tidak hanya melihat ini sebagai instrumen fiskal, tetapi juga sebagai sarana pembentukan kesadaran kolektif masyarakat, terutama pelaku UMKM dan usaha skala menengah di sektor makanan dan minuman.
“Pemerintah daerah berharap penerapan pajak ini tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk berkontribusi terhadap pembangunan Lingga,” ujar Wahyudi.
Selain untuk menambah pemasukan daerah, kebijakan ini diharapkan menciptakan sistem usaha yang lebih tertib dan transparan. Dengan penerapan pajak yang jelas, pemerintah dapat lebih mudah melakukan pemantauan terhadap aktivitas ekonomi dan mengembangkan kebijakan lanjutan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Tantangan dan Upaya Pendampingan
Penerapan kebijakan perpajakan di sektor informal seperti warung makan dan restoran kecil tentu tidak tanpa tantangan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman pelaku usaha terhadap regulasi yang berlaku serta kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat menurunkan daya saing mereka di pasar.
Menanggapi hal tersebut, Bapenda Lingga terus berupaya memberikan pendampingan. Edukasi dilakukan melalui pertemuan langsung dengan pelaku usaha, penyebaran informasi melalui media sosial, serta kerja sama dengan pemerintah desa dan kelurahan untuk menjangkau lebih banyak pelaku usaha kecil.
“Monitoring dan evaluasi akan terus kita lakukan secara berkala demi kelancaran penerapan kebijakan ini,” tambah Wahyudi.
Monitoring berkala ini dilakukan untuk memastikan tidak hanya kepatuhan administratif, tetapi juga agar pelaku usaha tidak merasa terbebani secara berlebihan. Pemerintah juga membuka saluran pengaduan dan konsultasi bagi pelaku usaha yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut atau mengalami kendala dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Dukungan dari Masyarakat dan Pelaku Usaha
Meski pada awalnya menimbulkan berbagai pertanyaan, sebagian pelaku usaha mulai memahami pentingnya penerapan pajak ini. Mereka menilai bahwa selama transparansi dijaga dan hasil dari pajak digunakan untuk kepentingan umum, maka kebijakan ini bisa diterima.
Sebagian warga juga menyambut baik adanya sosialisasi yang dilakukan secara aktif oleh Bapenda. Dengan mengetahui bahwa pajak 10 persen merupakan kontribusi untuk pembangunan daerah, konsumen pun menjadi lebih bijak dalam memahami komponen harga makanan atau minuman yang mereka beli.
Langkah ini pun mendapat dukungan dari sejumlah tokoh masyarakat yang menilai bahwa peningkatan PAD merupakan hal yang sangat penting untuk menopang pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di wilayah Lingga.
Menuju Sistem Pajak yang Lebih Modern dan Efisien
Ke depan, Bapenda Lingga juga berencana untuk mengembangkan sistem pelaporan dan pembayaran pajak yang lebih modern, misalnya melalui aplikasi digital atau integrasi sistem POS (Point of Sale) bagi warung dan restoran yang sudah mulai menggunakan teknologi tersebut.
Dengan digitalisasi tersebut, pemerintah berharap transparansi bisa lebih terjaga, sementara efisiensi administrasi bagi pelaku usaha juga meningkat. Hal ini akan membuat proses pelaporan pajak menjadi lebih cepat, tepat, dan minim kesalahan.
Dengan berbagai langkah yang dilakukan, Kabupaten Lingga menegaskan komitmennya dalam membangun tata kelola keuangan daerah yang lebih kuat dan berkelanjutan. Kebijakan pajak 10 persen di sektor kuliner hanyalah awal dari transformasi fiskal yang lebih luas di wilayah tersebut.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Cara Backup WhatsApp di Android dan iPhone
- 01 Agustus 2025
2.
Daftar iPhone yang Dapat Update iOS 26
- 01 Agustus 2025
3.
Rekomendasi Tablet Samsung Murah Agustus 2025
- 01 Agustus 2025
4.
Harga BBM Agustus: Solar Naik, Bensin Turun
- 01 Agustus 2025
5.
Tarif Listrik Agustus 2025 Masih Stabil, Ini Daftarnya
- 01 Agustus 2025