Inovasi Nikel Hijau: Phytomining Jadi Solusi Tambang Berkelanjutan

Inovasi Nikel Hijau: Phytomining Jadi Solusi Tambang Berkelanjutan
Inovasi Nikel Hijau: Phytomining Jadi Solusi Tambang Berkelanjutan

JAKARTA - Ketika praktik pertambangan konvensional kerap dikaitkan dengan kerusakan lingkungan, Indonesia mulai menengok ke arah alternatif baru yang lebih berkelanjutan. Salah satu inovasi tersebut adalah phytomining—sebuah metode hijau untuk memanen logam, termasuk nikel, tanpa harus menggali atau merusak tanah. Di tengah tuntutan global terhadap energi bersih dan ekonomi hijau, pendekatan ini menawarkan harapan baru bagi masa depan pertambangan Indonesia.

Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa aktivitas ekstraktif tidak merusak lingkungan. Data dari US Geological Survey per Januari 2024 menyebutkan bahwa cadangan nikel Indonesia mencapai 55 juta metrik ton (MT) dari total cadangan dunia yang lebih dari 130 juta MT. Di lingkup ASEAN, Filipina menjadi pesaing terdekat dengan 4,8 juta MT, sementara Australia dan New Caledonia mendominasi wilayah selatan khatulistiwa.

Informasi lebih rinci mengenai sumber daya ini juga diungkap melalui Kepmen ESDM No 228.K/MB.03/MEM.G/2025 yang diterbitkan pada 3 Juli 2025. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa Indonesia memiliki cadangan bijih nikel terkira sebesar 3,8 miliar ton, dan cadangan terbukti mencapai 2 miliar ton.

Baca Juga

Rumah Murah Masih Tersedia di Malili, Harga Mulai Rp 156 Jutaan

Di tahun 2024 saja, Indonesia telah memproduksi 173,6 ton bijih nikel, yang kemudian diolah menjadi berbagai produk seperti nikel matte, FeNi, NPI, MHP, dan MSP. Produk hilirisasi ini selanjutnya digunakan untuk pembuatan stainless steel, plating, nickel-based alloys, dan baterai NMC (nickel-manganese-cobalt) yang menjadi komponen penting dalam industri kendaraan listrik.

Namun, di tengah geliat industri ini, kekhawatiran terhadap keberlanjutan muncul. “Dengan produksi dan cadangan sebesar itu, kita tidak boleh abai terhadap praktik pertambangan yang bertanggung jawab. Perlu pendekatan hijau dan berkelanjutan agar nikel tetap bisa dinikmati generasi mendatang,” ungkap Edi Permadi, Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI.

Edi memperkenalkan konsep phytomining sebagai salah satu solusi potensial. Teknologi ini menggunakan tanaman tertentu—dikenal sebagai metallophyte—yang memiliki kemampuan menyerap logam berat dari dalam tanah. Logam ini kemudian terakumulasi di bagian tanaman seperti daun, batang, atau akar. Beberapa tanaman hyperaccumulator, seperti Alyssum murale dan Rinorea bengalensis, bahkan dapat menyerap nikel lebih dari 1 persen berat kering daunnya.

Salah satu studi menarik datang dari The University of Queensland, yang menemukan pohon Pycnandra acuminata asal New Caledonia. Pohon ini menghasilkan lateks berwarna hijau kebiruan, dengan kandungan nikel mencapai 25,7 persen, menunjukkan kemampuan akumulasi logam yang luar biasa dan menyerupai nikel laterit.

Menurut Edi, metode phytomining sangat cocok diterapkan di daerah dengan kandungan nikel rendah yang secara ekonomi tidak layak untuk ditambang secara konvensional. Selain itu, teknik ini juga bisa menjadi bagian dari upaya remediasi tanah tercemar logam berat, serta mendukung target nasional menuju Net Zero Carbon.

Untuk mewujudkan potensi tersebut, Edi menekankan pentingnya kolaborasi melalui pendekatan hexahelix—melibatkan enam pilar utama: industri, akademisi, pemerintah, masyarakat, media, dan regulator. “Jika sinergi ini terbangun, maka riset bisa difokuskan untuk menghasilkan teknologi phytomining yang komersial dan berkelanjutan,” ucapnya.

Selain kolaborasi, keberhasilan phytomining juga menuntut kerja lintas disiplin. Edi menyebut bahwa sektor-sektor seperti pertanian, geologi, metalurgi, kimia, hingga teknik proses harus bekerja bersama untuk memastikan teknologi ini berjalan sesuai prinsip tata kelola lingkungan dan sosial yang baik (ESG).

Ia menegaskan bahwa pendekatan ini sejalan dengan amanat konstitusi dan visi pembangunan nasional untuk mengelola kekayaan alam demi kemakmuran rakyat. “Konsep ini sejalan dengan amanat konstitusi dan cita-cita pembangunan nasional untuk memanfaatkan kekayaan alam sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat,” ujar Edi menutup keterangannya.

Melalui cadangan alam yang besar dan semangat untuk berinovasi, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam transformasi industri tambang yang lebih hijau. Dengan komitmen terhadap praktik yang bertanggung jawab dan teknologi yang terus berkembang, phytomining bisa menjadi babak baru dalam pertambangan nikel di Tanah Air—babak yang menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya dan pelestarian lingkungan.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Energi Bersih untuk Transportasi: PGN Luncurkan Bengkel Keliling BBG

Energi Bersih untuk Transportasi: PGN Luncurkan Bengkel Keliling BBG

Penyesuaian Harga Minyak Tanah Dikhawatirkan Warga Kepulauan

Penyesuaian Harga Minyak Tanah Dikhawatirkan Warga Kepulauan

Daftar Harga BBM Pertamina 7 Agustus 2025 di Seluruh Indonesia

Daftar Harga BBM Pertamina 7 Agustus 2025 di Seluruh Indonesia

Gas Melon Langka dan Mahal, Diskoperindag Berau Lakukan Sidak

Gas Melon Langka dan Mahal, Diskoperindag Berau Lakukan Sidak

Pemadaman Listrik di DIY Hari Ini karena Pemeliharaan Jaringan

Pemadaman Listrik di DIY Hari Ini karena Pemeliharaan Jaringan